Minggu, 05 Oktober 2008

tugas translate

Rencana keberhasilan apakah yang dilakukan untuk menemukan bakat yang dimiliki dalam kebersamaan ?

  • Mencakup semuanya. Pemilihan tidak resmi telah melibatkan sebelum pemuda mengikuti untuk mengikat janji dalam pelatihan tetap. Dalam band junior, jumlah murid yang menimbulkan kebahagiaan untuk menanggapi lumayan baik dengan jumlah peralatan yang tersedia. Jadi, dengan beberapa tes dari instrument dan pertukaran keliling, ini kerja yang baik dan bagian perkusi mencoba menjadi tidak terbatas, dapat diperluas untuk membuat siapa saja figuran yang menunggu untuk menjadi bagian instrument yang cocok.
  • Karena aktivitas yang menawarkan atas dasar menahan murid yang mempunyai kesempatn untuk mengembangakan bakat mereka, dan dalam hal kesempatan yang baru- baru ini, atau siapa yang kekurangan latar belakang dalam bidang bakat- untuk meningkatkan bidang yang hilang. Seorang sukarelawan pada saat memulai tidak selalu menunggu kursus. Jadi, meskipun kegiatan telah dibuka, tentang kegiatan segera mengundurkan diri itu tidak serius, meninggalkan inti karena itu sesuai dengan kebutuhan minat dan semangat besar untuk mencapai suatu ukuran dari keberhasilan.
  • Semua kegiatan suka bergaul, dengan kelompok pemuda bekerja bersama terhadap keadaan yang biasa, dan mengerjakan dengan peraturan yang bersih dan pengharapan menentukan anggota. Ini menyebabkan lebih banyak motivasi, perasaan bersih karena mengenal, dan membangun persahabatan antar jarak umur, disamping itu keadaan yang biasa menyenangkan. Mempraktekkan usaha rumit dalam pemisahan dari yang lain dapat menjadi tugas yang menakutkan. Bekerja dalam kelompok dapat membuat semua perbedaan. Kompetisi informal yang mana datang terus, pelatihan dengan kumpulan juga bekerja berguna seperti melarikan diri untuk kompetisi yang mana sifat menyertai lebih banyak dari bidang bakat; bagian yang satu bekerja seperti klarinet, dan untuk menyampaikan dengan baik dalam sebuah audisi atau dalam berlatih lagi dan pentas. Ini persiapan baik untuk masa depan dimana audisi untuk tempat dalam aturan orkestra dan band.
  • Aktif melibatkan orang tua. Saya tahu dari pengalaman pelajar pribadiku- orang tua membuat perjanjian untuk menyusun pelajaran di luar sekolah, untuk memilih guru, dan untuk menyediakan kendaraan diluar jam sekolah- biasanya lebih termotivasi dan melanjutkan dengan pelajaran mereka yang lebih panjang disbanding mereka yang mengaku telah mengajar pada seorang atau dasar kelompo kecil di dalam sekolah. Menutup kontak dengan orang tua berarti pemuda itu mempunyaidukungan yang diperlukan untuk berhasil; dan juga ketika prestasi tinggi tiba, orang tua dalam persediaan untuk mendorong para murid untuk melanjutkan sampai tingkatan yang sulit.

Pendekatan sukses untuk identifikasi bakat dan pengembangan kemudian dilihat pada kombinasi :

· Inklusif

· Persediaan yang ditanggung

· Pergaulan/ unsur kelompok

· Keterlibatan berhubungan dengan orang tua

Gambar 7.4 Sebuah contoh inklusif untuk mengenal bakat dan perkembangan

Kegiatan dalam inklusif: Rancangan Sheffield

Rancangan sheffild menyediakan suatu contoh lebih terperinci bagaimana model yang inklusif untuk identifikasi bakat (gambar 7.4) telah memecahkan dalam latihan: Saat ini, atas bidang perbedaan sekolah dasar.

Tujuan akan mengidentifikasi 5 tahun para murid pada suatu kota tertua (EiC) sekolah dasar yang mungkin bermanfaat lebih dari satu rangkaian pada ‘percobaan pelajaran’ dikirimkan oleh layanan musik. Karena dana terbatas, diperlukan pemilihan. Pemuda ‘yang terpilih’ atas suatu periode wktu yang diperluas, menggunakan bidang rancangan metoda untuk menguji komitmen tugas mereka dan minat seperti halnya kemampuan awal mereka. Keterlibatan yang berkenaan dengan orang tua adalah suatu unsure penting, dengan bahan yang sedang dirancang untuk membantu kedua orang tuanya dan para murid agar mempunyai pandangan realistis dari apa yang dilibatkan di dalam pelajaran suatu instrument.

Karena suatu uraian yang penuh mengenai proyek, dan salinan mengenai bahan yang digunakan, Lihat catatan tambahan C.

Isu untuk sekolah: nilai dari suatu pendekatan inklusif

Istilah ‘bakat- tempat’ menyiratkan bakat itu adalah suatu bawaan- suatu atribut khusus memberikan pada yang sediit dikasihi; dan bahwa mutu khusus ini bagaimanapun juga dikenali, melalui suatu cakupan dan tes, melalui rekomendasi oleh ‘para ahli’ yang dapat ‘tempat’ potensial di dalam daerah tertentu, melalui sukses dalam suatu ‘kompetisi bakat’. Kita siap mengatakan ‘Dia menjadi sangat berbakat!’ atau ‘Dia mempunyai suatu bakat riil untuk olahraga senam’, sebab kita dapat melihat bahwa capaian mereka adalah di atas tingkatan yang umum untuk umur mereka, dan atau yang disana sepertinya menjadi suatu bakat yang tak terkatakan khusus, perikatan dan kenikmatan di dalam pendekatan mereka.

Sekalipun begitu kita telah melihat, mengidentifikasi para murid berbakat- terutama siapa yang berbakat hingga kini ta dikenalidan belum berkembang- adalah suatu jauh lebih menantang bisnis bersama. Suatu pendekatan inklusif dapat menyederhanakan keputusan sulit tentang penggunaan sumber daya langka, mendorong kompetisi sehat, dan memberi penghargaan janji tugas. Ini dapat juga melayani untuk pintu terbuka bagi mereka yang memiliki berbagai pertimbangan karena alasan kekurangan kesempatan untuk menemukan bakat tersembunyi mereka.

Mengenal dan memilih adalah fakta hidup

Sekolah secara teratur diminta untuk menidentifikasi para murid dengan bakat dalam olahraga dan dalam seni. Ini mungkin untuk ‘daftar tentang murid berbakat’, untuk menghadirkan sekolah di dalam suatu tim olahraga, untuk mengajukannya diperlukan suatu daftar penantian untuk peralatan pelajaran musik, atau sederhananya untuk mempunyai pekerjaan mereka diperlihatkan di dalam serambi pada Hari Terbuka. Pemilihan mungkin membuat atas suatu keseluruhan- sekolah dasar, dalam departemen, atau oleh perorangan yang bertanggung jawab atas kelompok ekstrakurikuler. Sebagian mungkin sangat sadar akan isu dilibatkan di dalam pendidikan karena berbakat dan kemampuan para murid; yang lain akan menjadi spesialis dalam bidang lain.

Siapapun yang membuat keputusan ini, ini penting karena mereka menjadi mengetahui. Tujuan ini memotivasi dan mendorong semua para murid untuk mengembangkan bakat mereka, dan dan berbuat yang terbaik untuk menidentifikasi keduanya dengan bakat yang tidak ditemukan dan masih belum tercapai.

LAMPIRAN

  1. Metoda apa yang digunakan sekolahmu saat ini untuk mengidentifikasi bakat murid ?

· Mencoba menggunakan cara kelompok tahun depan

    • Rekomendasi guru
    • Rekomendasi panutan (orang yang bersangkutan)
    • Rekomendasi yang berkenaan dengan orang tua
    • Perpindahan Informasi dari sekolah dasar
    • Daftar pertanyaan informal
  1. Bagaimana anda memulai mengenali tentang bakat murid yang mana sedang mengembangkannya di luar sekolah ?

· Metoda informal, dengan menanyakan mereka untuk menulis tentang ‘musik/ olahraga/ drama/ seni dalam hidupku’

· Rekomendasi panutan

· Rekomendasi yang berkenaan dengan orang tua

· Perpindahan informasi dari sekolah dasar

  1. Mempertimbangkan lagi contoh termasuk metoda untuk menidentifikasi bakat yang terlihat dalam gambar 7.4. Seberapa kuat peralatanmu dari segi teladan, satu diatas milik sendiri ini atau dalam bantuan dengan metoda lainnya ?
  2. Yang mana anggota dewan sekolahmu yang bertanggung jawab, satu secara langsung/ tidak langsung, untuk mengidentifikasi bakat murid, oleh pemilihan tim olahraga, mempertunjukkan kesenian,bermain, musik, konser, dsb ? Bagaimana kamu memulai tentang meningkatkan suatu isu yang meliputi dalam mengidentifikasi bakat murid- bakat istimewa itu tidak pernah mengenal siapa ?

Selasa, 23 September 2008

Dampak Hambatan Persepsi Terhadap Proses Belajar Anak Autistik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sejak beberapa tahun terakhir ini masalah autistik mulai merebak di Indonesia. Ini terlihat dengan mulai beredarnya informasi mengenai autistik, dibukanya pusat-pusat terapi, terbentuknya yayasan-yayasan yang bergerak di bidang autistik sampai seminar-seminar nasional yang membicarakan masalah ini dengan pakar-pakar dari dalam dan luar negeri. Sebenarnya autistik sejak tahun 1943 sudah mulai diteliti oleh seorang psikiater bernama Leo Kanner. Tetapi saat itu jumlahnya masih sedikit dan mereka mempunyai karakteristik yang khas. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, masalah autistik meningkat sangat pesat di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Bila tahun 1990-an jumlah anak penyandang autistik adalah 15-20 per 10.000 anak, maka tahun 2000 diperkirakan ada 1 per 150 anak penyandang autistik (Amerika Serikat). Seorang psikiater di Jakarta dalam seminar Nasional mengatakan dari penelitiannya selama tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru autistik sebanyak 103 kasus di RSCM dibandingkan dengan 6 bulan terakhir tahun 1998 yang hanya ditemukan 1 kasus baru.

Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan penting pada terjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan autistik yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama.

Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang buruk; perdarahan; keracunan makanan, dan sebagainya pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.

Karena anak autistik sudah pasti mengalami hambatan dalam proses belajar yang tentunya sangat membutuhkan kemampuan atensi, konsentrasi, persepsi serta kekuatan motorik yang baik, maka penulis tertarik menyajikan makalah yang berjudul “Dampak Hambatan Persepsi Terhadap Proses Belajar Anak Autistik”.

1.2 TUJUAN

Berkaitan dengan latar belakang masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui karakteristik anak autistik.

2. Untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan persepsi pada anak autistik.

3. Untuk mengetahui cara mengatasi kesulitan kemampuan persepsi pada anak autistik khususnya dalam membantu proses belajar.

1.3 Prosedur

Prosedur observasi akan memberikan gambaran mengenai keseluruhan dari mulai proses perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data analisis dan penafsiran data sampai pada tahap penulisan makalah.

  1. Tahap Persiapan Observasi

a. Pemilihan Tujuan Observasi

Kegiatan ini merupakan tahap awal dari serangkaian proses observasi. Sebelum melakukan observasi penulis terlebih dahulu memilih tempat mana dan anak berkebutuhan khusus seperti apa yang akan dijadikan objek observasi, pada akhirnya terpilihlah Sekolah Tunas Unggul (Global Interactive School) yang menjadi tujuan tempat observasi dari penulis.

b. Mengurus Perijinan

Mengurus perijinan yang pertama-tama meminta ijin kepada kantor Jurusan Pendidikan Luar Biasa dengan membuat surat permohonan ijin observasi dengan tujuan Sekolah Tunas Unggul (Global Interactive School) yang beralamat di Jl. At-taqwa no. 15 Desa Pasir Impun Kecamatan Mandala Mati Kota Bandung. Setelah pembuatan surat permohonan ijin observasi selesai dibuat lalu tim penulis menyambangi sekolah bersangkutan untuk menyampaikan surat tersebut kepada kepala sekolah, kemudian setelah kami diberikan ijin melakukan observasi baru tim penulis dapat melaksanakan apa yang menjadi tujuan di sekolah tersebut.

c. Menyiapkan Perlengkapan Observasi

Perlengkapan yang disiapkan adalah perlengkapan fisik seperti alat tulis, buku untuk catatan, tape recorder,digital camera, dan lain sebagainya.

  1. Tahap Pelaksanaan Observasi

Dalam pelaksanaannya tim penulis mengunjungi sekolah bersangkutan setiap satu minggu sekali tepatnya pada hari Jum’at, dengan jumlah kedatangan sebanyak enam kali datang. Sebelum itu semua terlebih dahulu tim penulis harus mengetahui letak sekolah tujuan yang berada di daerah Bandung Timur ini. Demi mencapai tujuan observasi, tim penulis berupaya menciptakan, menjalin dan membina hubungan yang bersifat aktif dan harmonis dengan orang-orang yang berada di lingkungan yang merupakan sumber data sehingga segala informasi yang dicari dan berkaitan dengan apa yang dibutuhkan oleh tim penulis dapat diperoleh secara akurat.

1.4 Metode Penulisan dan Observasi

Metode atau cara yang tim penulis pergunakan dalam makalah ini adalah metode deskriptif yaitu dengan cara melakukan langsung pendekatan yang diarahkan pada masalah faktual yang terjadi pada Sekolah Tunas Unggul (Global Interactive School). Sedangkan guna mendukung metode diatas maka tim penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Library Research (Riset Kepustakaan)

Yaitu berupa pengumpulan data yang penulis peroleh dari hasil referensi kepustakaan, diktat-diktat perkuliahan, maupun catatan materi perkuliahan yang mengandung relevansi dengan objek bahasan.

2. Field Research (Riset Lapangan)

Disini tim penulis langsung mendatangi objek dan lokasi terkait dengan melakukan pendekatan secara;

a. Wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan bahasan pada makalah ini, untuk mendapatkan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan apa saja data yang tim penulis perlukan.

b. Observasi yaitu dengan cara tim penulis mengamati langsung bagaimana pelaksanaan dan pelayanan bagi anak autistik yang mengalami masalah dengan konsentrasi, atensi, persepsi dan motorik di Sekolah Tunas Unggul (Global Interactive School).

Sementara untuk pemecahannya, tim penulis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu pembahasan dan pengelolaan materi yang dimulai dari pengumpulan teori bahasan serta data yang diperoleh sebagai landasan pemecahan dan kemudian menyimpulkannya.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Tujuan

1.3 Prosedur

1.4 Metode Penulisan dan Observasi

1.5 Sistematika Penulisan

BAB II LANDASAN TEORETIS

2.1 Pengertian Autistik

2.2 Karakteristik Autistik

2.3 Persepsi

BAB III Deskripsi Hasil dan Pembahasan

3.1 Identifikasi Kasus

3.2 Identifikasi Masalah

3.3 Faktor Pemicu

3.4 Jenis Layanan dan Terapi untuk Intervensi

BAB IV Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 PENGERTIAN AUTISTIK

Menurut dr. Reza Ranuh, Sp.A, Autisme adalah gangguan kognitif (kemampuan untuk mengerti), gangguan tingkah laku sosial termasuk gangguan verbal atau nonverbal dan sekitar 30% dari penderita ini mengalami gangguan bicara, dan 50% terdapat gejala retardasi mental.

Sedangkan dalam seminar bertajuk ‘Autisme dan Penanganannya’, Dr. Melly Budhiman Sp.KJ menguraikan autisme sebagai gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasif). Gangguan perkembangan tersebut mencakup bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Gejala ini timbul sebelum anak mencapai umur 3 tahun. Pada sebagian anak gejala tersebut sudah nampak sejak lahir.

Menurut Saragi (1996:2) “Autisme berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri atau ketersendirian yang ekstrim”. Djamaludin (2001:2) bahwa “Autis adalah suatu jenis gangguan perkembangan yang kompleks mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi, yang nampak sebelum usia 3 tahun”. Sedangkan pengertian autistik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) “Autistik yang artinya terganggu jika berhubungan dengan orang lain.

Istilah Autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri “Isme” yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri.

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir.

Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu (savant).

Anak penyandang autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:

1. Komunikasi

2. Interaksi sosial

3. Gangguan sensoris

4. Pola bermain

5. Perilaku

6. Emosi

2.2 KARAKTERISTIK ANAK AUTISTIK

Karakteristik anak autistik menurut beberapa ahli sangat beragam sesuai dengan bidang garapannya, dan gejala yang sering kita jumpai adalah:

1. Mengalami gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.

2. Mengalami gangguan dalam komunikasi secara kualitatif.

3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan.

4. Mengalami gangguan emosi, perasaan dan afek.

Anak autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:

1. Komunikasi:

a. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

b. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna.

c. Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

d. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain.

e. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.

f. Senang meniru atau membeo (echolalia).

g. Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.

h. Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.

i. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2. Interaksi sosial:

a. Penyandang autistik lebih suka menyendiri.

b. Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
tidak tertarik untuk bermain bersama teman.

c. Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.

3. Gangguan sensoris:

  1. Sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
  2. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
  3. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
  4. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.

4. Pola bermain:

  1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
  2. Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
  3. Tidak kreatif, tidak imajinatif.
  4. Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di putar-putar.
  5. Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda.
  6. Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana.

5. Perilaku:

  1. Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif).
  2. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang.
  3. Tidak suka pada perubahan.
  4. Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Emosi:

  1. Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alas an.
  2. Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
  3. Kadang suka menyerang dan merusak.
  4. Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.
  5. Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

2.3 PERSEPSI

a. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalu alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Persepsi itu merupakan pengorganisasian, pengiterprestasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan di sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri (Davidoff, 1981)

Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga dapat datang dalam diri individu sendiri.

b. Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi

Stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Berkaitan dengan faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu :

1) Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.

2) Alat Indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf (syaraf fisiologis)

Reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Syaraf sensoris yaitu otak. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

3) Perhatian (Sarat Psikologis)

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan perspsi.

c. Proses terjadinya Persepsi.

Proses terjadinya perspsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor.

Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran disebut sebagai proses psikologis. Taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang stimulus yang diterima melalui alat indera.

Individu menerima bermacam-macam stimulus yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan diperhatikan atau akan diberikan respon. Individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya, dan disini berperannya perhatian. Sebagai akibat dari stimulus yang diplihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut. Namun demikian masih ada pendapat atau teori lain yang melihat kaitan antara lingkungan atau stimulus dengan respon individu.

Organisme atau individu tidak berperan dalam memberikan respon terhadap stimulus yang mengenainya. Hubungan antara stimulus dengan respon bersifat mekanistis, stimulus atau lingkungan akan sangat berperan dalam menentukan repon atau perilaku organisme.

Tidak semua stimulus akan direspon oleh organisme atau individu. Respon diberikan oleh individu terhadap stimulus yang ada persesuaiannya atau yang menarik perhatian individu. Stimulus yang mendapatkan pemilihan dari individu tergantung kepada bermacam-macam faktor, salah satu faktor adalah perhatian individu, yang merupakan aspek peikologis individu dalam mengadakan persepsi.

d. Organisasi Persepsi

Dalam organisme atau individu mengadakan persepsi timbul suatu maslaah apa yang diperspsi terlebih dahulu, apakah bagian merupakan hal yang dipersepsi lebih dahulu, baru kemudian keseluruhannya, ataukah keseluruhan dipersepsi lebih dahulu baru kemudian bagian-bagiannya.

Dalam hal ini memang ada 2 teori yang berbeda satu dengan yang lain, atau bahkan dapat dikatakan berlawanan dalam hal persepsi ini, yaitu (1) teori elemen, dan (2) teori Gestalt. Menurut teori elemen dalam individu mempersepsi sesuatu maka yang diperspsi mula-mula adalah bagian-bagiannya, baru kemudian keseluruhan atau Gestalt merupakan hal yang sekunder.

Penelitian-penelitian secara eksperimental dilakukan oleh Wertheimer, dkk dalam persepsi, sehingga menemukan beberapa hukum dalam persepsi.

1) Hukum Pragnanz

Persepsi itu menurut hukum ini adalah penuh arti, suatu kebulatan yang mempunyai arti penuh, meaningsful.

2) Hukum Figur-Ground

Dalam perspsi dikemukan dua bagian dalam perceptual field, yaitu figure yang merupakan bagian yang dominan dan merupakan fokus perhatian, dan ground yang melatarbelakangi atau melengkapi.

3) Hukum kedekatan

Hukum ini menyatakan bahwa apabila stimulus itu saling berdekatan satu dengan yang lain, akan adanya kecenderungan untuk dipersepsi sebagai suatu keseluruhan atau suatu gestalt.

4) Hukum kesamaan (similitary)

Hukum ini menyatakan bahwa stimulus atau objek yang sama mempunyak kecenderungan untuk diperspsi sebagai suatu kesatuan atau sebagai gestalt.

5) Hukum kontinutas

Hukum ini menyatakan bahwa stimulus yang mempunyai kontinutas satu dengan yang lain, akan terlihat dari ground dan akan dipersepsi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan.

6) Hukum kelengkapan atau ketertutupan (closure)

Hukum ini menyatakan bahwa dalam persepsi adanya kecenderungan orang mempersepsi sesuatu yang kurang lengkap menjadi lengkap, sehingga menjadi suatu yang penuh arti atau berarti.

e. Objek persepsi

Objek yang dapat dipersepsi sangat banyak, yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar manusia. Apabila yang dipersepsi itu manusia dan nonmanusia, maka adanya kesamaan tetapi juga adanya perbedaan dalam persepsi tersebut. Persamaannya yaitu apabila manusia dipandang sebagai objek benda yang terikat pada waktu dan tempat seperti benda-benda yang lain. Walaupun demikian sebenarnya antara manusia dan nonmanusia itu terdapat perbedaan yang mendasar. Apabila yang dipersepsi itu manusia maka objek persepsi mempunyai aspek-aspek yang sama dengan yang mempersepsi, dan hal ini tidak terdapat apabila yang dipersepsi itu nonmanusia.

f. Fokus dalam persepsi

Perspsi merupakan aktivitas yang integrated. Seperti dikemukakan oleh Wertheimer bahwa pada persepsi itu tidakhanya ditentukan oleh stimulus secara objektif, tetapi juga akan ditentukan atau dipengaruhi oleh keadaan diri oang yang mempersepsi.

1) Konsistensi bentuk

2) Konsistensi warna

3) Konsistensi ukuran (size)

Baik dalam konsistensi bentuk, konsistensi warna, maupun konsistensi ukuran, memberikan gambaran bahwa dalam seseorang mempersepsi sesuatu tidak hanya akan ditentukanoleh stimulus secara objektif semata, namun apa yang ada dalam diri orang yang bersangkutan akan ikut menentukan hasi persepsi, termasuk pengalaman.

g. Perhatian/Atensi

perhatian merupakan syarat psikologis dalam individu mengadakan persepsi, yang merupakan langkah persiapan, yaitu adanya kesediaan individu untuk mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu objek atau sekumpulan objek.

Jadi apa yang diperhatikan betul-betul disadari, dan ada dalam pusat kesadaran. Hal-hal lain yang tidak sepenuhnya diperhatian akan terletakj di luar pusat kesadaran. Makin jauh dari pusat kesadaran makin kurang diperhatikan, dan makin kurang disadari.

Tidak semua stimulus akan disadari atua akan diperspsi oleh individu. Dapat tidaknya dipersepsi sesuatu stimulus tergantung kepada stimulus itu sendiri dan individu yang bersangkutan.

Berdasarkan atas penelitian-penelitian menunjukanbahwa perhatian itu ada bermacam-macam, sesuai dari segi mana perhatian itu akan ditinjau. Ditinjau dari segin timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian tidak sepontan. Dilihat dari banyaknya objek yang dapat dicakup oleh perhatian pada suatu waktu, perhatiand apat dibedakan, perhatian yang sempit dan perhatian yang luas.

Perhatian dapat juga dibedakan atas perhatian yang terpusat dan perhatian yang terbagi-bagi.

1) Perhatian yang terpusat, yaitu individu pada suatu waktu hanya dapat memusatkan perhatiannya pada seseuatu objek.

2) Perhatian yang tebragi-bagi yaitu individu pada suatu waktu dapat memperhatikan banyak hal atau objek.

Dilihat dari fluktuasi perhatian, maka perhatian dapat dibedakan, perhatian yang statis dan perhatian yang dinamis.

1) Perhatian yang statis, yaitu individu dalam waktu yang tertentu dapat dengan statis atau tetap perhatiannya tertuju kepada objek tertentu.

2) Perhatian yang dinamis, yaitu individu dapat menimbulkan perhatiannya secara lnicah dari satu objek ke objek lain.

Untuk mengetahui macam perhatian seseorang, menggunakan tes perhatian. Dengan adanya tes ini akan dapat diketahui tentang:

Pengaruh gangguan terhadap perhatian

Macam perhatian apa yang ada pada individu

Ritme individu bekerja

Tempo individu bekerja

Ketelitian invidiu bekerja

h. Stimulus

Seperti telah dikemukakan di atas, individu pada suatu waktu menerima bermacam-macam stimulus. Agar stimulus dapat disadari oleh individu, stimulus harus cukup kuatnya.

Batas minimal kekuatan stimulus yang dapat menimbulkan kesadaranpada individu, disebut ambang absolut sebelah bawah (Underwood, 1949) atau juga disebut ambang stimulus (Townsend, 1953).

Apabila kekuatan stimulus ditambah, maka stimulus akan makin kuat, dan orang akan mampu membedakan kekuatan stimulus satu dengan yang lain. Hal ini akan menyangkut ambang perbedaan.

i. Hukum Weber-Fechner

Weber sebagai profesor dalam lapangan anatomi di Universitas Leipzig merasa tertarik dan mengadakan eksperimen-eksperimen dalam hubungan dengan kinestetik atau muscular sensation, yaitu sampai seberapa tepat orang dapat membedakan perbedaan-perbedaan dari bermacam-macam stimuli, misalnya mengenai berat, mengenai penglihatan, sampai seberapa jauh orang dapat membedakan dua buah garis yang tidak sama panjangnya dan sebagainya.

Menurut Weber stimulus yang berbeda yang perbedaan itu dapat diamati oleh individu atau subjek disebut difference limen atau disingkat DL, yaitu merupakan ambang perbedaan. Dari hasil eksperimennya, Weber membuat formulasi yang terkenal dengan hukum Weber yaitu :

“Di dalam memperbandingkan dua objek, perbedaan itu dapat dipersepsi apabila tambahan stimulus telah mencapai perbandingan yang tertentu terhadap standarnya”

Ini berarti bahwa penambahan kekuatan stimulus agar perbedaan stimulus dapat dipersepsi merupakan suatu perbandingan yang konstan.

Hukum Weber ini kemudian disempurnakan atau diolah lebih lanjut oleh Fechner. Fechner meletakkan dua prinsip lagi untuk mengembangkan hukum Weber, yaitu :

  1. Persepsi yang kompleks merupakan kumpulan dari beberapa persepsi yang lebih kecil atau yang lebih sederhana
  2. Adanya asumsi kesamaan just noticeable differences (jnd's) dalam persepsi, karena itu adanya unit yang dapat untuk mengukur perubahan persepsi.

Oleh karena individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya, maka problem psikologis yang timbul ialah stimulus yang bagaimanakah yang lebih menguntungkan untuk dapat menarik perhatian individu, sehingga adanya kemungkinan dipersepsinya. Hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Intensitas atau kekuatan stimulus

Seperti telah dikemukakan di muka, agar stimulus dapat dipersepsi oleh individu, stimulus tersebut harus cukup kuatnya.

2) Ukuran stimulus

Pada umumnya ukuran stimulus yang besar lebih menguntungkan dalam menarik perhatian apabila dibandingkan dengan ukuran yang kecil.

3) Perubahan stimulus

Stimulus yang monoton kurang menguntungkan, dan karena itu perlu adanya perubahan dari stimulus itu untuk dapat lebih menarik perhatian.

4) Ulangan dari stimulus

Stimulus yang diulangi pada dasarnya lebih menarik perhatian daripada yang tidak diulangi.

5) Pertentangan atau kontras dari stimulus

Stimulus yang bertentangan atau kontras dengan sekitarnya akan lebih menarik perhatian orang. Hal ini disebabkan karena stimulus itu lain dari keadaan pada umumnya. Hal-hal tersebut di atas merupakan hal-hal yang penting.

j. Faktor Individual

Jika stimulus merupakan faktor eksternal dalam proses persepsi, maka faktor individu merupakan faktor internal. Menghadapi stimulus dari luar itu, individu bersikap selektif untuk menentukan stimulus mana yang akan diperhatikan sehingga menimbulkan kesadaran pada individu yang bersangkutan. Keadaan individu pada suatu waktu ditentukan oleh :

1) Sifat struktural dari individu, yaitu keadaan individu yang lebih bersifat permanen.

2) Sifat temporer dari individu, yaitu keadaan individu pada sesuatu waktu.

3) Aktivitas yang sedang berjalan pada individu.

k. Persepsi melalui Indera Penglihatan

Telah dipaparkan di muka, untuk mempersepsi sesuatu, individu harus mempunyai perhatian kepada objek yang bersangkutan. Apabila individu telah memperhatikan, selanjutnya individu menyadari sesuatu yang diperhatikan itu, atau dengan kata lain individu mempersepsi apa yang diterima dengan alat inderanya. Individu dapat menyadari apa yang dilihatnya, didengarnya, dirabanya, dan sebagainya. Alat indera merupakan alat utama dalam individu mengadakan persepsi.

Secara alur dapat dikemukakan bahwa proses persepsi berlangsung sebagai berikut :

1) Stimulus mengenai alat indera.

2) Stimulus kemudian dilangsungkan ke otak oleh syaraf sensoris.

3) Di otak sebagai pusat susunan urat syaraf terjadilah proses yang akhirnya individu dapat menyadari atau mempersepsi tentang apa yang ditrima melalui alat indera.

a) Struktur fisiologi mata

Reseptor yang sebenarnya terletak pada retina. Apabila seseorang melihat sesuatu objek maka stimulus yang mengenai mata bukanlah objeknya secara langsung, tetapi sinar yang dipantulkan oleh objek tersebut yang bekerja sebagai stimulus yang mengenai mata.

b) Warna elementer dan warna primer

Dalam keadaan sehari-hari orang dapat melihat bermacam-macam warna, masing-masing mempunyai sifat sendiri-sendiri. Di antara warna-warna elementer didapati warna-warna yang menyolok sekali, dan ini merupakan warna primer atau warna pokok.

Warna apa yang merupakan warna pokok, belum ada kata sepakat. Menurut Hering yang kemudian terkenal dengan teori Hering terdapat enam warna pokok yaitu warna merah, hijau, kuning, biru, putih, dan hitam (Collins dan Drever, 1952). Dari enam warna ini menjadi tiga pasang warna yaitu pasangan merah-hijau, biru-kuning, dan putih-hitam.

Sedang Young mempunyai pendapat lain. Menurut Young retina mempunyai kemampuan untuk mengadakan 3 macam warna pokok, yaitu merah, hijau, dan biru (Harriman, 1958). Kemudian teori dari Young ini diperkuat oleh Helmholtz, sehingga toei itu kemudian terkenal dengan teori Young Helmholtz.

c) Buta warna

Orang yang buta warna sebenarnya tidak buta, hanya ia tidak dapat membedakan warna. Buta warna disebabkan karena dalam retina tidak terdapat atau kurang sempurna cones-conesnya, yang berfungsi untuk membedakan warna.

Dalam soal buta warna didapati adanya dua golongan yang besar yaitu buta warna total atau keseluruhan, dan buta warna sebagian atau partial.

(1) Buta warna total

Orang yang buta warna semacam ini ialah orang yang sama sekali tidak dapat membedakan warna-warna yang dilihatnya, semuanya kelihatan kelabu. Ini disebabkan karena dalam retina tidak terdapat cones, yang ada hanya basiles saja yang berfungsi membedakan gelap dan terang, yang menerima warna-warna achromatis yaitu kelabu, putih, dan hitam (grays, whites, and blacks).

(2) Buta warna sebagian

Orang yang buta warna sebagian ialah orang yang tidak dapat membedakan warna-warna tertentu saja.

Berhubung orang yang buta warna tidak dapat membedakan satu warna dengan warna yang lain, maka beberapa pekerjaan atau jabatan tidak dapat menerima orang yang buta warna. Untuk dapat mengetahui apakah seseorang itu buta warna apa tidak dapat menggunakan tes. Di antaranya dapat digunakan :

1) Holmgren's wool test

2) Jensen test

3) Spectral analysis

l. Persepsi melalui indera pendengaran

Orang dapat mendengar sesuatu dengan alat pendengaran. Telinga merupakan salah satu alat untuk dapat mengetahui sesuatu yang ada di sekitarnya.

1) Telinga bagian luar

2) Telinga bagian tengah

3) Telinga bagian dalam

Stimulus berujud bunyi yang merupakan getaran udara atau getaran medium lain. Sebagai respons dari stimulus itu orang dapat mendengarnya. Bunyi dapat dibedakan atas :

a) nada, yaitu bunyi yang getarannya telah teratur

b) desah, yaitu bunyi yang getarannya belum teratur

Nada dapat dibedakan dalam :

1) keras tidaknya nada

2) tinggi rendahnya nada

3) timbre dari nada

m. Persepsi melalui indera pencium

Orang dapat mencium bau sesuatu melalui alat indera pencium yaitu hidung. Sel-sel penerima atau reseptor bau terletak dalam hidung sebelah dalam. Stimulusnya berujud benda-benda yang bersifat khemis atau gas yang dapat menguap, an mengenai alat-alat penerima yang ada dalam hidung, kemudian diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak.

n. Persepsi melalui indera pengecap

Indera pengecap terdapat di lidah. Stimulusnya merupakan benda cair. Zat cair itu mengenai ujung sel penerima yang terdapat pada lidah, yang kemudian dilangsungkan oleh syaraf sensoris ke otak, hingga akhirnya orang dapat menyadari atau mempersepsi tentang apa yang dicecap itu. Mengenai rasa ini ada 4 macam rasa pokok yaitu rasa :

1) pahit

2) manis

3) asin

4) asam

Masing-masing rasa ini mempunyai daerah penerima rasa sendiri-sendiri pada lidah. Sedang rasa-rasa lain merupakan campuran dari rasa-rasa pokok ini.

o. Persepsi melalui indera kulit

Indera ini dapat merasakan rasa sakit, rabaan, tekanan, dan temperatur. Tetapi tidak semua bagian dari kulit dapat menerima rasa-rasa ini. Pada bagian-bagian tertentu saja yang dapat untuk menerima stimulus-stimulus tertentu. Rasa-rasa tersebut di atas merupakan rasa-rasa kulit yang primer, sedangkan di samping itu masih terdapat variasi yang bermacam-macam.

Dalam hal tekanan atau rabaan, stimulusnya langsung mengenai bagian kulit bagian rabaan atau tekanan. Stimulus ini akan menimbulkan kesadaran akan lunak, keras, halus, kasar.

BAB III

DESKRIPSI HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi Kasus

Pada penulisan makalah ini penulis memilih anak autistik sebagai subyek yang di observasi, adapun dengan data diri anak sebagai berikut:

Nama : Chairul Senja Luthfiansyah (Arul)

Tempat dan tanggal lahir : Bandung, 28 Januari 2001 / 7 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status anak : Kandung

Anak ke dari jumlah saudara : 2 dari 2

Sekolah di : Sekolah Tunas Unggul (Global Interactive School)

Kelas : TK B

Alamat : Margacinta

Arul memiliki riwayat kelahiran dengan perkembangan masa kehamilan yang baik tanpa ada penyakit yang menimpa ibu ketika masa kehamilan, dengan usia kehamilan sekitar delapan bulan lebih dua minggu. Ketika proses kelahiran Arul dilahirkan secara normal bertempat di rumah sakit dengan bantuan dokter, serta memiliki berat badan 3,8 Kg dan panjang badan sekitar 51 cm.

Pada masa perkembangan balita Arul menyusu pada ibunya hingga usia dua tahun dan minum susu kaleng hingga usia tiga tahun dengan asupan imunisasi yang lengkap pada diri Arul, ada kemungkinan imunisasi dilakukan berlebih karena ibu dari Arul terkesan ragu dalam menjawab pertanyaan ini. Arul selalu menjalani pemeriksaan dan penimbangan secara rutin dan selalu mendapatkan asupan gizi yang baik tanpa kesulitan makan.

3.2 Identifikasi Masalah

Ibunda dari Arul mulai menyadari ada yang salah terhadap keadaan perkembangan anaknya ketika mulai menginjak usia 3,5 tahun, dan mulai membawa Arul untuk dikonsultasikan kepada psikolog tentang apa yang dialami Arul. Hingga sampai pada akhirnya Arul didiagnosis oleh psikolog tersebut sebagai anak autis, diagnosis ini tentunya menjalani proses yang cukup panjang dengan menjalani berbagai tes.

Masalah yang dihadapi Arul dipandang dari sisi kemampuan akademiknya pada usianya saat ini Arul hanya mampu menguasai dan hapal konsep alphabet dari A sampai Z, berhitung serial 1 sampai dengan 20 sedangkan konsep bilangannya baru 1 hingga 5, pada tahap membaca Arul baru mampu membaca suku kata dengan vocal ‘a’. Kemampuan pemahaman bahasa yang belum terlalu menonjol, dan walaupun Arul sudah mampu berbicara dengan kalimat lengkap serta tidak mengalami gangguan bicara (biasanya anak autis ikut mengalami gangguan dalam proses bicara), walaupun belum mampu menyusun kalimat yang diucapkannya secara baik dan dalam proses menulis Arul menggunakan tangan kirinya (kidal).

Sedangkan dalam hal persepsi Arul masih kesulitan dalam menyaring stimulus yang diberikan saat proses belajar baik itu yang bersifat auditory maupun visual. Dalam hal menerima stimulus melalui auditory Arul belum mampu membedakan bunyi mana yang harus ia tangkap dan harus ia abaikan dari stimulus yang ia terima dengan contoh ketika gurunya menyuruh menuliskan hurup “i” dengan memberi contoh tulisannya dan dengan cara penulisannya serta mengungkapkan melalui perkataan “ lurus titik”, Arul mampu meniru tulisan dari gurunya tetapi stimulus suara yang ia dapatkan dari gurunya juga ia ikuti dengan diucapkan olehnya juga “lurus titik” (salah satu perilaku anak autistik sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar). Dalam hal visual Arul masih kesulitan membedakan hurup alpabet yang bentuk penulisannya hampir mirip dengan hurup alpabet yang lain seperti hurup “b dan d, p dan q”, “u dan n”, “m dan w”, serta masih banyak kesulitan yang lainnya seperti terbalik menulis hurup “e”, dan terbalik dalam beberapa penulisan angka. Seperti anak autistik pada umumnya Arul sering kesulitan memulai proses komunikasi, kemungkinan lebih besar pada komunikasi verbal. Selain masalah itu semua masih banyak tentunya masalah yang dihadapi Arul seperti masalah sensori motor, masalah hubungan sosial – emosional dan masalah bantu diri (problem solving).

3.3 Faktor Pemicu

Autisme merupakan gangguan perkembangan di mana simptomnya hanya terlihat pada perjalanan masa perkembangan anak, tidak pada satu titik waktu, terutama pada saat kelahiran, maka tidak mudah untuk mengenali gangguan perkembangan pada masa anak-anak dini, karena autisme memiliki banyak simptom yang dapat terlihat ringan atau serius sekalipun.

Sampai saat ini ilmu kedokteran modern belum menemukan uji kimiawi atau kromosom tertentu untuk memperkirakan seorang anak menderita autisme. Seperti juga gangguan perkembangan lainnya, autisme tidak hanya dapat dengan mudah dilakukan dengan hanya observasi tunggal. Harus dilakukan observasi terhadap perkembangan anak dalam suatu jangka waktu dan pemeriksaan yang berkala begitu pula yang dialami Arul ini setiap setelah menjalani berbagai proses tes dan berbagai jenis terapi yang diberikan untuknya.

Untuk diagnosis (lihat lampiran) biasanya digunakan criteria DSM-IV (Diagnosis and Statistic of Mental Disorder, Fourth Edition) yang dirumuskan oleh The American Psychiatric Association, pada tahun 1994, atau juga digunakan kriteria ICD-10 (International Classification of Disease, Tenth Edition) yang diberikan oleh World Healt Organization (WHO) pada tahun 1993.

Banyak sekali teori yang mengemukakan penyebab dari autisme diantara lain faktor psikososial, gangguan neuroanatomi dan biokimiawi otak. Gejala klinis autisme pada setiap anak berbeda tergantung bagian mana yang terganggu perkembangannya.

Faktor genetik pada autisme biasanya ditemukan pada 2,5-3% saudara penderita autisme, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan populasi normal. Saat ini diduga ada beberapa gen yang berpengaruh pada terjadinya autisme. Berbagai faktor perinatal, terutama saat kehamilan, gangguan pembentukan sel-sel otak oleh berbagai faktor penyebab, serta berbagai faktor lain sesaat setelah lahirakan dapat berpengaruh juga terhadap terjadinya gangguan autisme pada anak.

3.4 Jenis Layanan dan Terapi untuk Intervensi

Ada banyak sekali jenis layanan dan terapi yang bisa diterapkan bagi para anak autistik diantaranya, sebagai berikut :

a. Terapi Perilaku Metode Lovaas ( Applied Behaviour Analysis )

Terapi ini memiliki tujuan utama yaitu komunikasi dua arah yang aktif, bersosialisasi ke dalam lingkungan yang umum, menghilangkan atau meminimalkan perilaku yang tidak wajar, mengajarkan materi akademik kepada anak, dan meningkatkan kemampuan bantu diri serta keterampilan lainnya. Metode ini diajarkan secara sistematik, terstruktur dan terukur. Dimulai dengan system one on one (satu guru satu anak), dengan memberikan intruksi spesifik yang singkat, jelas dan konsisten. Biasanya, diperlukan suatu prompt (bimbingan, model, bantuan dan arahan) di awal terapi. Respon yang benar, dengan atau tanpa prompt harus diberi imbalan (reward), latihan dilakukan berulang kali sampai anak merespon sesuatu tanpa prompt serta tanpa pemberian reward.

Pada Arul sekarang dia sudah mampu melakukan perintah atau tugas akademik yang diberikan padanya tanpa harus selalu diberikan imbalan, dalam materi akademik kemampuan Arul sekarang sudah mampu membaca kata-kata yang berhuruf vokal ‘a’contohnya seperti kaca, baja, dan yang lainnya secara konsisten. Sedangkan dalam membaca kata dengan huruf vokal yang lainnya Arul bukannya tidak mampu tetapi masih belum konsisten. Terapi ini juga memberikan dampak yang baik bagi Arul dalam hal kepatuhan ketika menjalankan intruksi yang diberikan padanya serta meningkatkan kemampuan dalam hal penyelesaian tugas.

b. Terapi Sensori Integrasi

Sensori integrasi adalah pengorganisasian informasi melalui sensori-sensori (sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan grafitasinya, penciuman, pengecapan, penglihatan, dan pendengaran) yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna. Adapun fungsi dari dilakukannya terapi ini adalah proses mengatur lalu lintas informasi, menghidupkan dan mengembangkan otak, menggabungkan bagian-bagian kecil, memberi sensasi dan maknanya, serta memberikan respons adaptif. Terapi ini diberikan pada Arul sebenarnya lebih kepada arah kemampuan untuk Arul memahami sensasi atau stimulus informasi yang diberikan padanya, serta dalam pemilihan stimulus yang harus dia terima atau tidak. Contohnya dalam hal ketika Arul mengawali proses belajar memahami alphabet Arul diarahkan untuk menggunakan seluruh sensori yang ia miliki untuk mendapatkan informasi yang ia terima, contohnya ketika belajar hurup ‘a’ Arul diberikan stimulus dengan dia harus melihat seperti apa hurup ‘a’ itu lalu mendengarkan bagaimana bunyi ‘a’ itu, kemudian dia harus melakukan rabaan seperti apa hurup ‘a’ itu lalu melakukan gerakan menelusuri hurup ‘a’ itu sampai dia hafal benar hurup ‘a’ yang diajarkan padanya. Hal ini sangat berguna bagi Arul ketika dia lupa seperti apa hurup ‘a’ itu dia bisa melakukan gerakan seperti apa hurup ‘a’ itu dengan telunjuknya.

c. Terapi Okupasi

Okupasi (occupation) artinya kesibukan atau pekerjaan. Jadi terapi okupasi berarti usaha penyembuhan melalui kesibukan atau pekerjaan tertentu. Menurut Kusnanto “terapi okupasi adalah usaha penyembuhan terhadap anak yang mengalami kelainan mental dan fisik dengan jalan memberikan keaktifan kerja, keaktifan itu mengurangi penderitaan yang dialami anak. Adapun tujuan dari terapi ini adalah tujuan diversional, pemulihan fungsional, latihan-latihan prevokasional. Terapi ini diberikan pada Arul sebetulnya lebih kepada memberi kemampuan yang harus dimiliki Arul dalam menjalani kegiatan sehari-hari seperti memakai baju, mengancingkannya, serta memakai celana dan menutup resletingnya dan kemampuan-kemampuan lain dalam menunjang kegiatan Arul.

d. Terapi Bermain

Bermain merupakan kegiatan spontan anak. Tidak ada peraturan yang mengikat anak saat bermain. Oleh karena itu bermain memberi anak peluang berkembang tanpa melalui aturan ketat. Menurut Elizabeth Hurlock (1194), bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Terapi bermain merupakan usaha untuk mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial anak secara optimal.

Terapi ini memiliki dampak yang baik bagi Arul dalam memahami aturan-aturan sederhana yang diberikan padanya ketika melakukan sesuatu terutama yang diterapkan di rumahnya. Serta mampu membuat Arul lebih bisa lagi menjalin kerjasama dengan teman-temannya yang seusia dan bisa juga meningkatkan kemampuan Arul dalam berinteraksi dengan temannya.

e. Terapi Musik

Menurut tokoh musik nasional A.T Mahmud menyebutkan, “Musik adalah bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia”. Menurut bapak filsafat Sigmund Freud, “Penggunaan musik dapat menghilangkan rasa tidak percaya diri, menghilangkan perasaan gelisah dalam hidup seseorang tanpa sebab tertentu”. Andiek Sumarno dan kawan-kawan mengemukakan “Terapi Musik dalam pendidikan adalah usaha melalui pelajaran musik untuk menumbuhkan cipta rasa karsa estetik (keindahan) anak untuk mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan psikomotorik dan fisiomotorik secara optimum”. Tujuan dari terapi musik untuk anak autistik tidak terlepas dari aspek mengembangkan kemampuan dam memperbaiki kemampuan fisik, melatih kemampuan persepsi, mengembangkan dan mengaktualisasikan potensinya, mengembangkan kemampuan emosi dan kemampuan sosialisasi. Terapi ini sangat berguna sekali bagi Arul yang memiliki hobi menyanyi sebenarnya ini dilakukan juga sebagai terapi untuk menunjang kemampuan persepsi auditori Arul guna menjaring informasi dan stimulus yang dia terima dalam proses belajarnya terutama menghilangkan dengan menyalurkan perilaku membeo yang khas pada anak autistik seperti Arul ini pada hobinya tadi.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Autisme adalah sebuah gangguan yang kompleks dialami anak yang mempengaruhi dan menghambat dalam proses nalar berpikir, persepsi perhatian, interaksi dan komunikasi, kemauan, imajinasi serta perasaan.Gangguan autisme merupakan gangguan yang tidak dapat disembuhkan (not curable) namun autisme bisa diterapi (treatable), serta tidak tepat dengan istilah apakah autis bisa disembuhkan tetapi lebih tepat dengan istilah habilitasi (membuat bisa / mampu).

Bila autisme bisa diketahui / diintervensi pada usia dini dan memulainya dengan tatalaksana yang tepat, maka kemungkinan besar tatalaksana yang tepat tadi akan menghadirkan da membuahkan hasil yang baik dan optimal. Begitu juga yang dialami oleh Arul yang beruntung memiliki ibunda yang sangat perhatian dan sensitif terhadap perkembangan anaknya ini. Ketika mengetahui ada yang salah pada diri Arul orangtua khususnya ibunda Arul langsung mencari dan menangani apa yang diderita anaknya ini.

Hasil dari jerih payah ibunda dari Arul pasti sangat dinantikan olehnya, yang sekarang Arul sudah menuju proses tersebut, Arul mengalami peningkatan kemampuan yang cukup baik ketika diintervensi sejak dini dan sudah memiliki kemampuan yang cukup untuk melanjutkan jenjang pendidikannya sekarang ini yaitu Sekolah Dasar yang masih dicarikan rekomendasi sekolah mana yang cocok untuk Arul dengan keterbatasannya.

4.2 Saran

Untuk orang tua penulis memiliki saran sebagai berikut, karena orangtua merupakan orang yang lebih tahu dan mengenal anak lebih jauh maka orangtua diharapkan lebih sensitif, jeli, dan tanggap lagi dalam melihat tumbuh kembang anak, dituntut kesabarannya ketika mengetahui ketika anak mengalami suatu gangguan (autisme khususnya dalam makalah ini), jangan memperlihatkan sikap penolakan terhadap anak karena dapat membuat keadaan anak semakin buruk. Juga mampu mencari tahu kemana anak harus dibawa dan ditangani oleh siapa, mencari informasi apa yang dialami oleh anak.

Untuk terapis dan orang-orang yang bergerak dalam bidang penanganan anak autisme (baik itu guru, dokter, psikolog dan yang lainnya) ini perlu lebih meningkatkan lagi sifat yang sudah dimiliki seperti acceptance (menghargai anak seutuhnya tanpa membedakan), respect (menghargai anak), faith ( kepercayaan pada anak). Mampu dan selalu melakukan up grading (perbaikan / penambahan) kemapuan dan ilmu pengetahuan khususnya berkenaan tentang autisme ini yang selalu berkembang hari demi hari.

Untuk masyarakat pada umumnya cobalah merubah pandangan terhadap keadaan anak autistik ini, tidak perlu memandang dan menganggap anak ini sebagai sesuatu yang tidak wajar karena hal ini dapat mengganggu proses perkembangan anak autistik itu sendiri. Memang sulit merubah pandangan seperti ini terutama karena paradigma terhadap anak berkebutuhan khusus selama ini berasal dari pandangan negatif yang berasal dari hati nurani masyarakat itu sendiri.

Sedangkan yang terakhir untuk sekolah yang sudah mampu menerima keadaan dan kehadiran anak berkebutuhan khusus itu sendiri harus lebih mampu lagi mengakomodasi apa yang menjadi kebutuhan anak. Peningkatan mutu belajar tanpa memaksakan perkembangan anak tetapi lebih kepada pengoptimalan keadaan anak-anak itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Budhiman, Melly. 2002. Langkah Awal Menanggulangi Autisme, dengan Memperbaiki Metabolisme Tubuh. Nirmala: Jakarta.

Danuatmaja, Bonny. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah.Puspa Swara : Jakarta.

Handoyo, Y. 2003. Autisma, Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar Anak Normal Autis dan Perilaku Lain. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia: Jakarta.

Nurdin, M. A. ( ). Mengenal Penyebab dan Penanggulangan Penyakit Autis. [Online]. Tersedia: http://www.jurnal-kopertis4.org/newsview.php?id=414 (3 Juni 2006).

Nuripah,G. ( ). Berinteraksi dengan Anak Autisme, Pikiran Rakyat (Online).

Tersedia: http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0104/25/1001.htm (3 Juni 2006).

Pusat Pengkajian dan Pengamatan Tumbuh Kembang Anak Pena Leluasa AMSA FK UGM. (2000). Seminar Deteksi dan Intervensi Dini Autisme. Yogyakarta: Seminar Kit

Suryana, Agus. 2004. Terapi Autisme Anak Berbakat dan Anak Hiperaktif. Progres: Jakarta.

Sutadi, Rudi. 2003. Penatalaksanaan Holistik Autisme. Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama, Konferensi Nasional Autisme Indonesia Pertama: Jakarta.

Seminar Sehari. 1999. Autisme Masa Anak / Childhood Autisme.Solo

Yayasan Autisma Indonesia. 1997. Autisma Gangguan Perkembangan Pada Anak. Jakarta: Seminar Kit

http://www.google.com.